PROPOSAL SKRIPSI
REPOSITIONING PRODUK A
Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Repositioning PRODUK A melalui kampanye iklan - iklannya
Repositioning PRODUK A (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Repositioning PRODUK A melalui kampanye iklan – iklannya)
Terdapat 140.000 iklan televisi yang dilihat oleh seorang anak yang telah berusia delapan belas tahun di Inggris. Di Swedia, rata – rata konsumen menerima 3000 iklan setiap harinya. Sebelas negara di Eropa telah mengudarakan lebih dari 6 juta iklan televisi per tahun. Para ahli mengatakan bahwa akan terjadi penambahan dari 150 saluran televisi menjadi 500 di Amerika (Rivkin 2000:74-75). Ini menunjukkan bahwa semakin banyak produk dan merek yang muncul di pasar. Setiap minggu pasti ada puluhan merek baru beredar di pasar, tidak tahu siapa produsennya tetapi membuat pasar penuh sesak dan persaingan merek semakin menggila (Majalah Swa 9-22 Agustus 2007). Ini membuat sebuah positioning atau penempatan merk yang tegas semakin diperlukan, agar merek tersebut bisa tetap bertahan.
Penempatan merek ini tentu saja ada dalam benak pelanggan. Melalui positioning, pelanggan diberitahu apa benefit dari merek tersebut terhadapnya. Sebuah positioning sangat penting karena dengan positioning sebuah merek terlihat perbedaannya dengan merek lain dalam kategori produk yang sejenis. Hal ini yang memberi reason why bagi pelanggan untuk memilih merek tersebut bukan merek lain.
Seperti yang dilakukan Aqua ketika mendidik konsumennya agar beralih dari air PDAM ke air minum dalam kemasan. Aqua memposisikan dirinya sebagai air sehat setiap saat dan mengklaim produknya sebagai mountain spring water dengan kualitas air yang lebih baik dari air PDAM. Dengan positioning ini Aqua ingin mendidik konsumennya agar rutin mengkonsumsi Aqua. Dan positioning ini berhasil menancap di benak konsumen, Ini terlihat dengan berdirinya Aqua sebagai market leader air mineral. Total kapasitas grup Aqua adalah sekitar 1, 75 milyar liter per tahun. Bila Aqua menguasai sekitar 50%, maka total kapasitas produksi di Indonesia untuk air minum dalam kemasan sekitar 3, 5 milyar liter. Ini jumlah yang cukup besar untuk negara berkembang seperti Indonesia. (Irawan 2002:31-32). Ditambah lagi, Aqua adalah salah satu Long-Life Brand di Indonesia yang artinya sudah berusia lebih dari 25 tahun dan tetap eksis (Majalah Swa,26 Juli-8Agustus 2007).
Sebuah positioning harus dilakukan dengan dinamis. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, membuat situasi pasar juga berubah. Pelanggan yang dahulu berusia 8 tahun kini sudah mencapai 25 tahun. Pelanggan yang dulu disegmentasikan ke dalam golongan remaja kini telah menjadi wanita dan pria dewasa yang mapan. Hal ini juga turut mempengaruhi posisi merek bagi pelanggan. Jika situasi berubah sedemikian rupa, dan sikap pelanggan mulai berubah terhadap merek maka diperlukan suatu usaha pembenahan terhadap positioning merek tersebut. Harus dicermati apa yang menjadi penyebab berubahnya sikap konsumen terhadap merek, apa bagian dari merek yang masih melekat di benak konsumen. Dengan kata lain diperlukan sebuah repositioning bagi merek agar dapat kembali diterima oleh konsumen yang telah berubah. Seperti yang dilakukan oleh Cerebrovit.............................
METODE PENELITIAN
Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data
1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis, sehingga lebih mudah diolah (Suharsimi Arikunto, 2002:136).
Sedangkan instrumen pada penelitian ini adalah :
a) Stadiometer untuk pengukuran tinggi badan dengan satuan pengukuran sentimeter (cm), dengan ketelitian pengukuran satu angka dibelakang koma (0,1) dan telah diujikan di Dinas Meteorologi.
b) Timbangan badan untuk mengukur berat badan dengan satuan pengukuran Kilogram (Kg) dengan ketelitian pengukuran satu angka dibelakang koma (0,1) dan telah diujikan di Dinas Meteorologi.
Dari hasil rumus tersebut kemudian dimasukan dalam kriteria penilaian status gizi. Sebelum instrumen digunakan untuk mengambil data terlebih dahulu diujikan ke Dinas Meteorologi untuk mendapatkan kepastian alat yang digunakan benar-benar sesuai dengan standar internasional dan benar-benar memiliki reliabilitas yang baik.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode survei dengan teknik pengukuran.
Untuk pengambilan data siswa dipanggil satu-satu lalu diukur tinggi badan dan berat badannya secara langsung. Agar sesuai dengan rencana pada saat pengumpulan data maka perlu disusun langkah sebagai berikut :
a. Berat Badan
Berat badan dipergunakan untuk mengevaluasi keseimbangan asupan makanan dengan energi yang dikeluarkan untuk aktifitas. Penimbangan dilakukan oleh dua orang petugas, petugas pertama bertugas sebagai pencatat hasil dan memanggil testee satu per satu secara berurutan sedangkan petugas yang kedua bertugas sebagai pengamat dan melaporkan hasil pengukuran kepada petugas pertama. Pada waktu penimbangan testee menggunakan pakaian seminim mungkin dan tubuh dalam keadaan tidak berkeringat. Hasil pengukuran dengan satuan kilogram dengan ketelitian pengukuran 0,1.
b. Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan diperlukan sebagai parameter status gizi berdasarkan berat badan terhadap tinggi badan. Pengukuran dilakukan dengan sikap terdiri tegak tanpa sepatu. Pengukuran tinggi badan juga dilakukan oleh dua orang petugas. Petugas pertama bertugas sebagai pencatat hasil dan memanggil testee sesuai urutan. Sedangkan petugas yang kedua bertugas mengamati hasil dan melaporkannya kepada petugas pertama. Djoko Pekik (2006:07) menjelaskan bahwa pengukuran tinggi badan menggunakan pola sentimeter yang fleksibel dan tidak elastis yang ditempelkan secara vertikal pada dinding atau tiang tegak atau menggunakan alat pengukur tinggi badan “Microtoise”.
A. Judul Penelitian
HUKUMAN MATI PELAKU BOM BALI DALAM PEMBERITAAN MEDIA (ANALISIS FRAMING TERHADAP PEMBERITAAN EKSKUSI MATI ”AMROZI CS” PADA SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN SURAT KABAR HARIAN REPUBLIKA)
B. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan ekskusi mati bagi Amrozi CS selaku terdakwa dalam kasus pengeboman di Kuta Bali sempat menggemparkan media pemberitaan, baik itu media cetak maupun media elektronik. Ekskusi mati yang dilaksanakan pada bulan ontober 2008 lalu telah disiarkan oleh media sejak beberapa minggu sebelumnya. Penyiaran tentang rencana ekskusi sampai dengan pelaksanaannya ini disajikan dengan berbagai versi.
Bom Bali terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002 di kota kecamatan Kuta di pulau Bali, Indonesia, mengorbankan 202 orang dan mencederakan 209 yang lain, kebanyakan merupakan wisatawan asing (http://www.indo.com/bali121002/). Peristiwa ini sering dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.
Bom bali juga terjadi pada pada 1 Oktober 2005. Terjadi tiga pengeboman, satu di Kuta dan dua di Jimbaran dengan sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka. Menurut Kepala Desk Antiteror Kantor Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Inspektur Jenderal (Purn.)Ansyaad Mbai, bukti awal menandakan bahwa serangan ini dilakukan oleh paling tidak tiga pengebom bunuh diri dalam model yang mirip dengan pengeboman tahun 2002 (Kompas, 11 November 2005).
A. Judul
B. Latar Belakang
Krisis moneter menimbulkan berbagai dampak negatif bagi seluruh aspek kehidupan di Indonesia. Melemahnya nilai tukar rupiah mengakibatkan harga-harga bahan pokok melambung tinggi. Hutang-hutang negara yang merupakan sisa-sisa dari pemerintahan Soeaharto semakin membebani pemerintah Indonesia ditengah-tengah situasi perekonomian yang sulit ini. Jalan yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi persoalan ini antara lain adalah dengan membebankan hutang negara kepada rakyat dan mengurangi subsidi.
Subsidi untuk pendidikan, kesehatan, dan bahan bakar minyak (BBM) merupakan hasil dari kebijakan pada masa pemerintahan Soeharto. Ketika kebijakan tersebut masih dilaksanakan, biaya pendidikan masih cukup terjangkau meskipun masih terdapat sebagaian kecil masyarakat yang tidak bias menikmati pendidikan yang layak karena ketidak mampuan untuk membayar, demikan pula dengan biaya kesehatan dan harga bahan bakar minyak masih terbilang murah dan cukup terjangkau.
Pengurangan subsidi diberbagai sektor tersebut mempersulit rakyat. Otonomi daerah sebagai hasil kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi negara untuk budget daerah mengharuskan pemerintahan daerah bersama rakyatnya mandiri untuk memenuhi kebutuhan finansialnya. Demikian pula dengan kebijakan otonomi pendidikan yang membuat sekolah-sekolah mau tidak mau harus sanggup mencari sumber dana secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya. Bagi daerah dan sekolah yang belum siap dengan perubahan keadaan ini memilih untuk membebankan sumber dana dari masyarakat. Misalnya saja, sekolah-sekolah yang memilih untuk menaikkan SPP dan menarik biaya-biaya ekstra untuk menghadapi hal ini.
Seiring dengan semakin sulitnya kondisi ekonomi negara, pengurangan subsidi inipun diperluas ke sektor lainnya. Semenjak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, yaitu tepatnya sejak tahun 2006 pengurangan subsidi ini merambah ke sektor BBM. Harga minyak tanah, solar, dan premium pelan-pelan merambah naik. Isu yang beredar, naiknya harga premium akan berhenti pada kisaran nilai enam ribu rupiah. Hal ini dilakukan pemerintah dengan pertimbangan harga premium di Indonesia yang terbilang paling murah dibandingkan dengan negara-negara lain, melambungnya harga minyak di dunia, dan dengan alasan untuk mengalihkan subsidi BBM ini ke sektor pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat miskin di Indonesia. Pemerintah berusaha untuk menunjukkan hal ini melalui pemberian beasiswa BBM bagi siswa dan mahasiswa yang berprestasi dan tidak mampu, asuransi kesehatan rakyat miskin, bantuan sembako, dan bantuan langsung tunai (BLT).
KEDUDUKAN KPUD DAN DPRD DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
A. Latar Belakang
Dinamika kehidupan politik di tanah air tampak terus berkembang. Rentetan peristiwa politik, mulai dari pemilihan umum legislatif pada bulan Mei 2004 kemudian pada bulan Oktober di tahun yang sama dilanjutkan dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Dua peristiwa politik itu telah memberikan pembaharuan politik di
Ketentuan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004. Sebelum UU ini disahkan, pilkada didasarkan pada UU No 22 Tahun 1999, Jo PP. No. 151 tahun 2000 tentang tata cara pemilihan, pengesahan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. UU No. 22 Tahun 1999 sebenarnya telah mengatur ketentuan pemilihan daerah dengan cukup jelas, dimana sekitar 20 persen dari seluruh pasal dalam UU tersebut berkenaan dengan pemilihan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah dalam UU tersebut diatur dalam 8 (delapan) tahap penting, antara lain: pembentukan panitia, pendaftaran, penyaringan tahap I, penyaringan tahap II, penetapan pasangan calon, pengiriman berkas pemilihan, pengesahan dan pelantikan.
Secara prosedural, sebagian besar dari kedelapan tahap pemilihan yang diatur UU No. 22 Tahun 1999 itu memberikan wewenang yang sangat besar kepada DPRD. Dari tahap-tahap tersebut pemerintah pusat hanya berwenang pada konsultasi, pengesahan dan pelantikan calon. Sementara, tahap-tahap lain yang menentukan menempatkan DPRD pada posisi yang sangat dominan. Besarnya wewenang yang diberikan kepada DPRD ini memunculkan bermacam persoalan yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi kualitas demokrasi dalam sistem pemilihan kepala daerah. Disamping itu, sebagaimana diungkapkan Dody Riyadmadji, posisi DPRD yang powerful tersebut ketika memasuki proses politik, pemilihan kepala daerah selalu diwarnai dengan politik uang.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Penelitian ini tidak diarahkan pada kesimpulan untuk membuktikan suatu hipotesis ditolak atau diterima dan tidak untuk menguji hubungan antarvariabel, tetapi lebih ditekankan pada pengumpulan dan analisis data untuk mendeskripsikan tentang program evaluasi mingguan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Suharsismi Arikunto (1999: 291) penelitian deskriptif kualitatif tidak menguji hipotesis melainkan menyajikan data melalui ungkapan verbal yang dapat menggambarkan sebagaimana kondisi yang sebenarnya. Penelitian deskriptif menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting). Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai pengamat yang hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatat dalam buku.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif karena bertujuan untuk menemukan deskripsi ataupun gambaran mengenai suatu keadaan yaitu manajemen program evaluasi mingguan, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini menggunakan kata "bagaimana", bermaksud untuk mengetahui, menemukan , dan mendeskripsikan implementasi program evaluasi mingguan, dan bermaksud mengetahui proses serta alasan ataupun latar belakang manajeman program evaluasi mingguan yang dilaksanakan secara apa adanya tanpa rekayasa, tanpa mencari perbandingan antara variabel satu dengan variabel lainnya, tanpa memerlukan interaksi secara langsung dengan subyek dan kondisi lapangan yang ada.
A. Judul Penelitian
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Perempuan Untuk Melakukan Perawatan Kecantikan
B. Latar Belakang
Aneka ragam perilaku manusia merupakan bagian dari kehidupan social. Perilaku manusia sewaktu-waktu dapat berubah seiring dengan berbagai perubahan dan perkembangan zaman. Demikian pula dengan perkembangan industri di era modernisasi yang tidak lepas dari pengaruh perkembangan sosial dan masyarakat disekitarnya.
Salah satu perkembangan industri yang terjadi di era modernisasi ini yaitu industri kecantikan. Hal ini dapat dilihat dari adanya tren kecantikan yang dikonstruksi setiap tahun dengan label ”tren kecantikan tahun ....”, menjamurnya industri perawatan wajah, maraknya industri salon dan spa, dan produk-produk perawatan kecantikan seperti pemutih kulit dan anti aging bermunculan. Disampaikan oleh Ririn Saptrina (2009) Konsep kecantikan yang kini terus berkembang di masyarakat baik disadari ataupun tidak, hal itu merupakan bagian dari hasil strategi komunikasi dan strategi kreatif para pengiklan atau produsen produk kecantikan dalam rangka menyebarkan citra kecantikan ke masyarakat untuk menumbuhkan persepsi tertentu sesuai dengan parameter yang diinginkan oleh para produsen produk kecantikan tersebut.
Mengenai citra kecantikan yang berkembang di dalam masyarakat saat ini menurut Ririn Saptrina (2009) identik dengan tubuh langsing, rambut panjang dan lurus, wajah putih mulus, dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari dominasi produk-produk serta jasa-jasa kecantikan yang ditawarkan oleh industri yang tidak lepas dari cara untuk memutihkan kulit, melangsingkan badan, dan meluruskan rambut.
UNTUK LENGKAPNYA (MAU KONSULTASI ATAU MAU BELI SOFTCOPY JURNAL , TA, THESIS SOFTCOPY LENGKAP) SILAHKAN HUBUNGI 0819 0421 5433. MAKASIHANALISIS TINGKAT PELAYANAN
RUAS JALAN LAKSDA ADI SUCIPTO AKIBAT KEBERADAAN SAPHIR SQUARE DI YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan taraf hidup masyarakat Yogyakarta dan perkembangan di segala bidang, diikuti dengan besarnya laju pertumbuhan penduduk, secara langsung akan meningkatkan kebutuhan sarana prasarana transportasi dan perubahan tata guna lahan.
Jalan merupakan faktor penentu yang sangat mendukung bagi perkembangan wilayah, terutama dalam meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas masyarakat serta peningkatan kemudahan pelayanan antar kota maupun dalam kota. Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas angkutan jalan dengan selamat, aman, lancar, tertib, nyaman, dan efisien serta mampu memadukan moda transportasi lainnya dan menjangkau seluruh wilayah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi sekarang ini, dunia perekonomian Indonesia mulai berkembang dengan pesat, persaingan di bidang usaha pun semakin ketat. Banyak perusahaan yang terus berusaha untuk mengembangkan usahanya dengan memperluas pangsa dan jaringan distribusinya. Ditambah lagi dengan banyaknya pesaing baru dalam dunia usaha, maka perusahaan pun semakin berlomba mengikuti persaingan dengan memperbaiki kinerjanya dan mendorong adanya strategi-strategi baru baik terhadap produk maupun pemasarannya, sehingga menyediakan barang dan jasa yang beraneka ragam dengan kualitas yang lebih baik serta harga yang lebih murah yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumennya.
Usaha kedai kopi adalah usaha yang memiliki masa depan cerah. Usaha ini juga memegang peranan penting dalam perekonomian. Volume penjualan kopi pertahun mencapai lebih dari USD 10.000.000.000. Kopi tumbuh di 50 negara diseluruh dunia. Kopi telah menjadi hasil perkebunan komersial utama di berbagai negara dimana 25% sampai 50% pendapatan negara-negara ini berasal dari ekspor kopi. Lebih dari 10.000.000.000 pon biji kopi diproduksi tiap tahun. Lapangan kerja yang dihasilkan oleh usaha ini mencapai 20.000.000 pekerjaan (Tom Matzen dan Marybeth Harrison, 2006:X).
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif.
Menurut Sugiyono (2002 : 13) data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata,kalimat, dan gambar. Proses analisis data menurut Moleong (2005 : 247) dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu berupa wawancara, pengamatan, gambar, foto dan lain sebagainya. Disini berarti penulis berarti harus turun ke lapangan terlebih dahulu untuk mengumpulkan informasi dan data yang diperoleh dari wawancara maupun pengumpulan dokumen resmi maupun, kemudian setelah itu membuat rencana anlisis datanya. Bogdan dan Taylor dalam moleong mengemukakan analisis data kuantitatif sebagai berikut: Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, pengorganisasian data, memiliah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Setelah data dari hasil riset didapatkan, kemudian akan diuji dengan menggunakan perbandingan temuan data dengan kerangka teori untuk menentukan apakan strategy yang menemukan kesesuaian antara temuan yang ada dilapangan dengan konsep teoritik yang ada.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Suatu organisasi didirikan untuk mencapai tujuan, seperti misalnya tujuan untuk menghasilkan laba, menciptakan lapangan pekerjaan, menyediakan barang atau jasa kepada publik, dan sebagainya. Agar tujuan-tujuan ini dapat tercapai, maka organisasi harus melakukan transaksi. Untuk memperlancar proses transaksi ini, diperlukan suatu alat yang telah disepakati bersama yaitu uang atau kas.
Dua kriteria yang harus dipenuhi agar suatu alat pembayaran dapat diklasifikasikan sebagai kas adalah (Harnanto, 1988: 95) :
a. Harus diterima oleh umum sebagai alat pembayaran atau diterima oleh bank sebagai simpanan, sebesar nilai nominalnya.
b. Harus dapat digunakan sebagai alat pembayaran untuk kegiatan perusahaan sehari-hari.
Berdasarkan kriteria tersebut di atas, pengertian kas meliputi uang tunai (kertas dan logam), check, wesel check yang ada di dalam perusahaan, dan simpanan uang di bank dalam bentuk rekening giro (demand deposit) yang sewaktu-waktu dapat diambil. Selain itu, hanya kertas-kertas berharga atau alat-alat pertukaran (pembayaran) yang pada saat bersamaan memenuhi kedua kriteria tersebut di atas yang dapat diklasifikasikan sebagai kas (Harnanto, 1988: 96).
1.1 Sistematika Pembahasan
Skripsi ini secara garis besar akan dibagi dalam lima bab, yaitu :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menyajikan gambaran umum yang mendasari dilaksanakannya penelitian, meliputi : latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini berisi teori-teori yang melandasi diadakannya penelitian, mencakup antara lain: struktur pengendalian intern, pengujian pengendalian, Attribut Sampling Models, pengujian kepatuhan terhadap penerimaan kas, program pengujian pengendalian penerimaan kas.
BAB III : Gambaran Umum Perusahaan
Bab ini menjelaskan hasil penelitian di perusahaan yang meliputi: gambaran umum perusahaan yang mencakup sejarah berdirinya perusahaan, struktur organisasi, dan penerimaan kas.
BAB IV : Proses Pengendalian Akuntansi Terhadap Penerimaan kas
Bab ini menjelaskan hasil penelitian di perusahaan yang meliputi: proses pengendalian akuntansi terhadap penerimaan kas, pembandingan antara pengendalian akuntansi terhadap penerimaan kas yang diterapkan oleh perusahaan dengan pengendalian akuntansi yang baik. Hasil penelitian ini kemudian dianalisis sesuai dengan teori yang ada pada Bab II. Evaluasi yang diterapkan dalam bab ini merupakan dasar pengambilan kesimpulan dari masalah dalam skripsi ini.
BAB V : Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi yang akan menyimpulkan hasil pembahasan. Dalam bab ini akan disertakan pula beberapa saran alternatif yang menyangkut pengendalian akuntansi terhadap penerimaan kas di perusahaan yang bersangkutan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan produksi yang menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Anthony dan Ramesh (1988) serta Gup dan Agrrawal (1996) menyatakan bahwa setiap perusahaan pasti mengalami tahapan siklus kehidupan di mana siklus ini identik dengan siklus kehidupan perusahaan. Adapun tahap dari siklus kehidupan perusahaan adalah tahap pendirian (start-up), tahap ekspansi (expansion), tahap kedewasaan (mature), dan tahap penurunan (declining). Pada setiap siklus kehidupan perusahaan perilaku rasio-rasio keuangan juga tidak mengalami kesamaan. Adanya ketidaksamaan ini dapat digunakan sebagai prediksi pada nilai seperti apa rasio-rasio keuangan mengalami peningkatan atau penurunan dikaitkan dengan siklus hidup perusahaan. Menurut Anthony dan Ramesh (1988) serta Gup dan Agrrawal (1996) bahwa perusahaan yang berada dalam tahap siklus yang berbeda, baik dalam tahap pendirian, ekspansi, kedewasaan, maupun penurunan memiliki karakteristik yang berbeda dalam ukuran kinerja finansialnya.
Salah satu sarana untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan yang bersangkutan dapat dilakukan dengan menganalisa laporan keuangan. Pada mulanya, laporan bagi suatu perusahaan hanyalah sebagai alat penguji dari pekerjaan pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan keuangan tidak hanya sebagai alat penguji saja tetapi juga sebagai dasar untuk dapat menentukan posisi keuangan perusahaan yang bersangkutan. Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan akan membawa berbagai pihak dalam merumuskan atau pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam hal keuangan. (Jusup Haryono, 1992 : 1)
UNTUK LENGKAPNYA (MAU KONSULTASI ATAU MAU BELI SOFTCOPY JURNAL , TA, THESIS SOFTCOPY LENGKAP) SILAHKAN HUBUNGI 0819 0421 5433. MAKASIHBAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tumbuh kembang suatu bangsa dan negara merupakan tanggung jawab warga negara secara bersama-sama. Demikian pula dengan Indonesia yang saat ini sedang menata hidupnya diantara krisis global, berbagai bencana alam, terjangan arus globalisasi, dan paska krisis ekonomi dan politik. Berbagai upaya dilakukan pemerintah bersama-sama warga negara agar negeri ini tetap hidup dan berkembang.
Salah satu upaya untuk mendukung langkah-langkah untuk memajukan Indonesia yaitu melalui pajak. Ide dasar pajak adalah subsidi bagi yang berkelebihan pada yang kurang mampu. Oleh karena alasan tersebut, unsur ketegasan [kewajiban hukum], porsi dan waktu pelaksanaannya harus dijunjung tinggi. Dalam dunia bisnis, jika suatu perusahaan yang baik dan bersedia membayarkan pajaknya secara taat tanpa telat dan tanpa manipulasi [menurut Wakil Presiden Yusuf Kalla, sekitar 37% keuntungannya] akan sangat berpengaruh pada kekuatan persaingannya dengan kompetitor yang menghindari atau memanipulasi kewajiban pajaknya. 37% laba adalah angka yang besar dalam hitung-hitungan bisnis. Dengan 37% ini kita bisa membuat ekspansi bisnis baru, bisa pula meningkatkan kesejahteraan pekerja, melambungkan keuntungan bagi pemilik modal dan seterusnya.
NOMOR pokok wajib pajak (NPWP) saat ini kurang dikampanyekan ke masyarakat, maka tidak mengherankan masyarakat pada umumnya tidak memahami pentingnya memiliki NPWP (http://www.infopajak.com/berita/280108rm.htm). Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pamekasan Slamet Ahmadi melalui Kepala Seksi Pelayanan David Hermaen juga mengatakan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak relatif rendah. Dari jumlah 90.506 KK di Pamekasan yang seharusnya punya NPWP, hanya 7.805 orang yang punya NPWP. "Sedangkan di Sumenep hanya 7.647 warga yang ber-NPWP dari 220.175 KK yang tergolong tidak miskin[1]. Kepala Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kanwil I Jateng Dedi Rudaedi mengatakan, masih ada sebagian masyarakat yang bersikap resistensi (penolakan) untuk ber-NPWP[2].