Hari ini :
You are not log in? >> Please Login

CONTOH TUGAS AKHIR KEBIDANAN

tingkat kecemasan selama periode perimenopause pada ibu bekerja di Cabang Dinas P dan K Kecamatan X, Kabupaten Y pada tahun 2008
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menopause adalah haid terakhir yang dialami oleh wanita yang masih dipengaruhi oleh hormon reproduksi yang terjadi pada usia menjelang/memasuki usia 50 tahun (Pakasi, 2000: 1). Perimenopause merupakan periode dengan keluhan memuncak, rentangan 1-2 tahun sebelum dan 1-2 tahun sesudah menopause (Kasdu, 2002: 3). Perimenopause akan dialami oleh semua perempuan yang berusia antara 45-55 tahun, walaupun dapat juga terjadi pada usia sekitar 35 tahun, dan pada mereka yang merokok dikatakan bahwa periode ini terjadi 1-2 tahun lebih awal (Kusumawardhani, 2006: 1).
Pada abad 21 ini, menopause merupakan masalah nasional, khususnya di Indonesia masalah menopause telah mulai dirasakan untuk diatasi (Pakasi, 2000: 53). Masa perimenopause dapat berakhir dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. Ada mitos yang mengatakan bahwa normal jika perempuan yang memasuki masa menopause akan mengalami kecemasan. Perempuan yang mengalaminya harus diperlakukan dan mendapat perhatian yang sama seperti mereka yang mengalami gangguan penyakit lainnya. Lebih dari 25% perempuan akan mengalami kecemasan jauh lebih tinggi daripada laki-laki. Kecemasan dapat menjadi penyakit yang sangat menganggu, menghambat aktivitas sehari-hari. Selain itu, kecemasan dapat menyebabkan depresi. Pada mood depresi muncul perasaan sedih, menangis, rasa hampa, mudah marah, dan dapat muncul ide-ide bunuh diri bahkan usaha untuk melakukan bunuh diri (Kusumawardhani, 2006: 5). Komplikasi pada ibu menopouse yaitu dapat berlanjut pada gangguan jiwa. Lubis dkk tahun 2002 melaporkan bahwa 2,03 % ibu mengalami gangguan kejiwaan pada masa menopouse.
Banyak mitos yang dipercaya tentang kejadian-kejadian pada masa menopouse seperti perubahan-perubahan perilaku, mudah marah, atau suasana hati cemas tanpa sebab yang jelas. Kebanyakan kasus cemas lebih terkait pada keadaan sosial atau lingkungan, seperti kehilangan peran, pensiun, atau hal-hal yang sering disebut dengan krisis setengah baya (Kusumawardhani, 2006 : 2).
Banyak pula wanita yang mengalami kecemasan atau depresi mental, karena beranggapan bahwa tugasnya sebagai seorang perempuan sudah berakhir atau tamat. Tak kurang pula yang dirisaukan oleh prasangka buruk bahwa suaminya akan berpaling pada wanita lain, karena dirinya sudah tidak menarik lagi (Margatan,1996: 44).
Masa perimenopause merupakan periode kehidupan yang bermasalah. Kecemasan pada wanita dalam menghadapi periode perimenopause sering dirasakan pada ibu yang bekerja. Sebagian besar dari mereka mengeluhkan bahwa kecemasan yang ada pada dirinya ini dapat mengganggau kinerjanya sebagai perempuan karir yang bekerja di ruang publik. Selain itu juga dapat mengganggu kerukunan dalam hubungan suami istri. Dengan perkataan lain, bahwa dalam menghadapi periode perimenopause ini, banyak wanita bekerja yang menderita gangguan ”biopsikososial” yang dapat mengganggu citra atau mutu kehidupannya (Hidayat, 2005: 332).
Jumlah wanita berusia diatas 50 tahun pada tahun 1997 mencapai 14,7% dari jumlah seluruh perempuan yang ada di Indonesia. Sedangkan pada tahun 2000 jumlah perempuan yang berusia diatas 50 tahun dan diperkirakan telah memasuki usia menopause mencapai 15,2% dari jumlah seluruh perempuan yang ada. Hal ini dapat kita simpulkan bahwa dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2000 jumlah perempuan yang berusia diatas 50 tahun dan diperkirakan telah memasuki usia menopause mengalami peningkatan sebesar 1,03% (Martaadisoebrata, 2005 : 95).
Menurut proyeksi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk Indonesia di tahun 1995-2005 dengan jumlah penduduk perempuan diatas 50 tahun 15,9 juta jiwa. Jumlah penduduk usia lanjut khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 1997 tercatat dari 2.911.800 jiwa atau 10,1% dari seluruh penduduk DIY. Pada tahun 1998 jumlah lansia di DIY mencapai 11,1% yang terdiri dari 6,5% lansia wanita dan 4,6% lansia laki-laki. Besarnya proporsi orang yang berusia lanjut di DIY mengisyaratkan tingginya usia harapan hidup sehingga semakin meningkatnya usia harapan hidup maka semakin tinggi pula jumlah penduduk usia menopause (Hidayati, 2006: 2).
Pada tahun 2006 usia harapan hidup (UHH) wanita Indonesia mengalami peningkatan, pada tahun 2004 mencapai 66,2 tahun dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 69,4. Adanya peningkatan UHH wanita yaitu usia 69,4 tahun ini disebabkan oleh kondisi lingkungan hidup yang lebih baik telah membantu pencegahan penyakit. Jika UHH mencapai 70 tahun maka berarti hampir sepertiga usia perempuan dijalani pada masa perimenopause dan pasca menopause (Kusumawardhani, 2006: 2). Di DIY sendiri usia harapan hidup rata-rata pada tahun 2007 mencapai 72,5 tahun (www.bapedapemda-diy.go.id , diperoleh pada tanggal 3 Oktober 2007). Sedangkan di kabupaten Bantul usia harapan hidupnya mencapai umur 70 tahun untuk laki-laki dan 72 tahun untuk perempuan (www.bantul.go.id , diperoleh pada tanggal 3 Oktober 2007).
Keterlibatan pemerintah maupun masyarakat dalam mengatasi masalah menopause antara lain bekerja sama dengan tim dari berbagai disiplin keahlian ilmu misalnya Psikologi dan Spesialis Obstetri Ginekologi melalui berbagai posyandu khusus ibu menopouse sebagai tempat efektif untuk memberikan informasi tentang premenopause, menopause dan pascamenopause. Penyertaan organisasi-organisasi wanita atau organisasi khusus menopause misalnya organisasi PPKW (Perhimpunan Penyantun Kesejahteraan Wanita), Komunitas Internasional Menopause atau Internasional Menopouse Sosiety (IMS) sebagai salah satu organisasi dunia yang menangani masalah menopause (Pakasi, 2000: 19).
Peran bidan di komunitas yaitu dengan memberikan konseling yang dilakukan di wilayah kerjanya sebagai tempat yang efektif bagi bidan dalam memberikan informasi tentang pre-menopouse, menopause dan pasca menopause maupun di instansi - instansi kesehatan yang bekerja sama dengan dokter, perawat maupun teknis laboratorium, serta mereka yang berorientasi pada masalah psikososial seperti konselor, psikolog, psikiatri, dan sosiolog (Martaadisoebrata, 2005 : 340).
Read On 1 comments
 

About me | Author Contact | Powered By Blogspot | © Copyright  2008